PEMIMPIN ITU PENGARUH

Oleh: Melky Molle, S.Th.,M.Pd

Pemimpin itu pengaruh. Pemimpin yang berpengaruh mempunyai pengikut. Karena itu definisi kepemimpinan adalah berjalan pada visinya. Pemimpin itu pengaruh, untuk mempengaruhi pengikutnya berjalan bersama menuju pada tujuannya.

Tulisan ini hanya memberi arah pemikiran soal eksistensi politik gereja lewat penyampaian dan arahan Ketua Sinode di acara peresmian gereja. Sebagai Ketua Sinode Gereja Masehi Injili di Halmahera (GMIH) Pdt. Dr. Demianus Ice, S.H.,M.Th mendapat sorotan kritis karena dianggap tidak pantas bicara politik praktis.

“Rupanya kita masih saja tergandrungi oleh sentimen ritualis kesucian politik”. Bahwa politik adalah hal “kotor” yang tidak bisa disentuh oleh para Pendeta GMIH. Padahal sejarah mencatat, bahwa Pendeta GMIH sudah berkiprah ke dunia politik jauh sebelum persoalan yang menjadi kontra resistensi fenomenal ini.

Berada pada situasi krisis rasionalitas seperti ini, ada banyak Pendeta yang terjun ke dunia politik praktis, tapi toh tidak diperdebatkan. Mungkin dimaklumi bahwa gereja dilihat pada konteks politik menjadi penentu kekuatan basis, yang sewaktu-waktu mengancam politik partisan hedonis. Lewat sepenggal video pernyataan Ketua Sinode GMIH yang sempat viral itu, kita perlu mengacu pada pemikiran Kundi (2011), bahwa “pemimpin harus mengarahkan organisasi untuk mengantisipasi perubahan yang berkonsekwensi pada masa depan organisasi”.

Politik praktis sebagai sikap dan perilaku pemimpin gereja, tentu akan berdasar, pada tujuannya determinan, yaitu prinsip pemimpin organisasi yang diletakan pada loyalitas antisipasi gereja khususnya.

Manusia pada hakekatnya adalah makhluk politik. Lahir karena politik, bekerja karena politik, menikah karena politik, matipun politik masih punya peran. Apa lagi kalau kita berada pada momen politik?

Efek samping seperti ini tidak jadi masalah. Yang jadi masalah adalah mereka yg tidak belajar soal nilai-nilai organisasi, identitas organisasi, dan loyalitas antar pemimpin dan anggota organisasi. Secara strukturalis , hirarki dan pendelegasian tugas pasti menjadi sandaran kesadaran, bagaimana arah jemaat menentukan pilihan kepada pemimpin yang repsentatif.

Pemimpin wajib hukumnya memberi arah dan posisi gereja atau organisasi ditengah tantangan internal dan external dan bagaimana mengantisipasi tantangan-tantangan yang datang menerpa organisasi, yang berkonsekwensi pada masa depan organisasi. Bagi saya, Ketua Sinode sudah sangat berhati-hati memberi arah dan pendidikan politik warga gereja.

Momentum politik 2024 adalah tantangan gereja. Cara mengantisipasinya, akan terbawa pada prespektif. Ketua sinode sudah memberi tanda awas. Pilih BL adalah sikap konsistensi jejak rekam, bekerja dengan berani dimana “tangan yang menyentuh problem masyarakat atau jemaat atas gedung gereja, mesjid yang tak kunjung selesai, menerangi desa-desa terpencil daerah terluar, insentif takoh-tokoh agama dll”.

Ungkapan ketua sinode adalah pilihlah pemimpin yang kerja untuk kesejahtraan masyarakat, bukan pemimpin yang memusuhi rakyatnya sendiri, yang telah mengantarkan ia (pemimpin) ke kekuasan hari ini, tapi arogansinya menampar kita semua. Sudah saatnya gereja memberi arah dan berani bersikap membongkar hasrat segelintir orang demi kebisuan masyarakat ditengah pesta demokrasi dan kesejahteraan masyarakat, berulang kali dikampanyekan tapi berakhir pada sikap Hedon alias uang menjadi penentu.

Karena itu banyak janji kemajuan daerah, tapi berkonsekuensi pada eksploitasi sumber daya alam yang lambat laun, terhisap oleh kekuatan korporat yang mengejar keuntungan dengan skema spekulasi money politik (politik transaksional). Ibarat dagangan sembilan bahan pokok, suara masyarakat dihargai hanya berkisar 50 ribu sampai 100 ribu, karena itu, sadarkah mereka bahwa suara mereka sebagai penentu lahirnya pemimpin dan kemajuan daerah telah hilang, dan dikendalikan oleh kekuatan kapital.

Pemilihan umum kali ini, jika tidak diantisipasi, maka politik transaksional akan menentukan lahirnya pemimpin. Pemimpin yang punya kompetensi dan integritas akan kalah dengan pemimpin partisan yang memiliki modal kapital. Semoga..

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *