Foto : Berly Marten, Cakades Pemenang Kedua desa Galala, kec. Mandioli Selatan.
CORONGTIMUR.COM, HALSEL – Penggugat Hasil Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Galala, kecamatan Mandioli Selatan, menilai Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan (Pemkab Halsel), Provinsi Maluku Utara (Malut), cacat prosedural dalam memutuskan sengketa Pilkades. Pasalnya, hasil yang diumumkan tanpa amar putusan dan terkesan mengabaikan nilai-nilai demokrasi.
Hal tersebut disampaikan lansung oleh Cakades nomor urut 4, Berly Marten, yang juga sebagai penggugat hasil Pilkades desa Galala. Kepada awak media Corongtimur.com (11/01/2023), Bery mengaku bahwa pemenang Pilkades di desa Galala adalah Kifly B. Pangau. Namun ada beberapa hal yang menjanggal, salah satunya adalah Ijazah.
“Kifly B. Pangau pemenang yang menggunakan Surat Keterangan Ijazah SD dan SMP pada saat mendaftar mengikuti Cakades Desa Galala Kec. Mandioli Selatan. Hal tersebut diketahui setelah selesai pencoblosan dan diselidiki ternyata yang bersangkutan tidak memiliki No Induk Siswa bahkan No Peserta Ujian 8355 pada surat Keterangan tersebut. Dalam surat keterangan hanya berdasarkan surat keterangan tanda lapor dari Kepolisian pada tgl 04 Agustus 2022”, ucap Berly.
Lanjut Berly, “Selain itu, saya menggugat hasil Pilkades Desa Galala, karena saat pencoblosan calon No urut 1 yang adalah pemenang pada Pilkades tersebut, telah memobilisasi massa/pemilih yang bukan penduduk asli Desa Galala lalu menggunakan suket Domisili Kec. Mandioli Selatan dan menyalurkan suara. Hal ini telah kami cocokan sesuai dengan data CAPIL dan itu terbukti”, terang Berly.
Berly juga menjelaskan bahwa ada terdapat 16 Pemilih yang KTPnya bukan penduduk Desa Galala, di tambah dua orang pemilih mencoblos di dua wilayah yang berbeda yaitu mencoblos di Desa Jiko kemudian mencoblos kembali di Desa Galala yang di buktikan dengan absen Panitia DPT/undangan bahkan Absen Domisili, jadi semua berjumlah 18 orang.
Pemenang kedua pada Pilkades itu pun menjelaskan masih banyak pemilih luar Desa Galala yang ikut mencoblos menggunakan suket dan bukan asli penduduk Desa Galala dan suket Domisili tidak memiliki NIK tapi diberikan hak untuk ikut mencoblos. Suket yang di keluarkan dari Desa sebanyak 171, dan yang ikut serta dalam pencoblosan sesuai absen terdapat 114 orang sesuai absen Panitia yang menggunakan suket.
Di TPS 01 berjumlah 109 dan TPS 02 berjumlah 5 orang. Padahal Suket itu sudah disepakati untuk mencoblos di TPS 01, dan tidak ada dalam pembahasan di TPS 02. Yang lebih fatalnya lagi pemilih yang memegang suket itu sebagiannya ikut mencoblos di rumah, bukan di tempat pemungutan suara. Ada juga satu nama pemilih yang sudah meninggal dunia tapi namanya ikut serta mencoblos dengan menggunakan suket dan terbukti di absensi panitia.
Menurut Berly, semua bukti sudah dikantongi dan sudah dimasukkan pada saat persidangan, tapi nyatanya Tim Sengketa tidak mempertimbangkan bukti-bukti yang dimasukkan dalam gugatan. “Saya melihat Putusan yang tidak prosedural. Karena kami telah menyampaikan bukti-bukti itu sudah sangat kongkrit yang sesuai data real di lapangan. Tapi tetap saja diabaikan”, pungkas Berly. (Red/Sef).